URGENSI RISET GOVERNANCE ATAS PEMDA DI INDONESIA
a. Urgensi Teoritis
Studi mengenai governance secara ekstensif baru dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris sedangkan pada negara berkembang seperti Indonesia masih jarang dilakukan. Penelitian terdahulu menemukan perbedaan lingkungan (environmental setting) antara negara-negara maju dengan Indonesia dalam hal perlindungan hukum dan pasar untuk pengendalian (market for organisation control). Vafeas menyatakan bahwa perbedaan tersebut menyebabkan adanya perbedaan efektivitas pengaruh mekanisme governance terhadap capaian organisasi. Premis ini menyiratkan bahwa efektivitas mekanisme governance di Indonesia merupakan pertanyaan empiris yang terbuka karena adanya perbedaan environmental setting tersebut. Dengan demikian, hubungan antara mekanisme governance dengan outcome organisasi di Indonesia memerlukan pengujian empiris tersendiri.
Teori agensi menyatakan bahwa hubungan antara agen dan prinsipal terjadi pada setiap entitas. Walapun penelitian mengenai hubungan antara governance dengan outcome organisasi telah banyak dilakukan, penelitian yang ada terfokus kepada sektor korporasi yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan organisasi pemerintahan. Sebagai contoh, outcome korporasi lebih ditekankan kepada laba dan peningkatan daya beli pemegang saham. Pada sektor pemerintahan, outcome lebih ditekankan pada efektivitas fungsi pelayanan publik yang mencakup hak publik melakukan akses terhadap informasi keuangan daerah secara akurat. Oleh karena itu, terdapat research gap dalam literatur akademik mengenai masalah governance hubungan keagenan dalam sektor pemerintahan.
b. Urgensi Metodologi
Analisis empiris terhadap hubungan antara governance dan outcome organisasi berpotensi menghasilkan kesimpulan yang bias karena adanya masalah endogenity dan non-linearity. Endogeneity merujuk pada arah hubungan antara governance dengan outcome. Borsch supan dan Koke menyatakan bahwa governance dapat mempengaruhi outcome, dan di lain pihak, outcome organisasi dapat mempungaruhi konfigurasi governance yang dipilih oleh sebuah entitas. Non-linearity mengacu pada kemungkinan adanya hubungan non-linear antara governance dengan outcome. Hal ini dapat terjadi pada mekanisme monitoring yang diklaim mempunyai efek terbalik (reverse effect) terhadap outcome. Penelitian ini akan mengendalikan issu mengenai endogenity dan dengan demikian diharapkan dapat menutup kekurangan penelitian sebelumnya.
Masalah lain yang dihadapi riset governance adalah masalah pengukuran karena hubungan antara governance dan outcome sensitif terhadap pengukuran variabel yang digunakan (Dalton) masalah ini kemudian menjadi alasan adanya syarat analisa sensitivitas yang harus dilakukan oleh studi governance.
c. Urgensi Kebijakan
Mekanisme governance yang diadopsi oleh sebuah organisasi dapat dipicu oleh adanya tekanan partisipan organisasi dan oleh kewajiban resmi yang disyaratkan oleh peraturan tertentu (Hermalin & Weisbach, 1998; 2003). Walaupun tekanan partisipan dan kewajiban mempunyai perbedaan cara kerja, namun dua determinant tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat rasa saling percaya (trust) antar partisipan yang dipengaruhi dan mempengaruhi outcome organisasi. Secara operasional, trust didasarkan pada adanya akuntabilitas pada tingkatan keputusan yang mempengaruhi perilaku agen.
Dari sisi kewajiban, governance dalam organisasi pemerintahan di Indonesia didasarkan pada seperangkat peraturan dan perundangan yang saling berhubungan. Keputusan yang diambil oleh pihak eksekutif dalam tahapan perencanaan mengacu pada PP 58 tahun 2005, sedangkan keputusan dalam tahapan pelaksanaan mengacu pada PP 56 tahun 2005. dalam tahapan pelaporan governance organisasi pemerintahan didasarkan pada PP 71 tahun 2010. Berbagai peraturan dan perundangan tersebut memberikan arahan akan adanya kewajiban DPRD untuk terlibat dalam setiap keputusan strategis yang akan diambil oleh eksekutif. Sebagai contoh, ratifikasi DPRD diperlukan dalam penentuan APBD suatu pemerintah daerah.
Dalam literatur governance, monitoring mencakup seluruh tahapan keputusan eksekutif yang meliputi pengajuan rencana, pelaksanaan, dan capaian organsiasi. Hal ini sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia yang menyatakan bahwa tugas DPRD adalah memberikan persetujuan dan meminta pertanggungjawaban atas semua keputusan kepala daerah. Walaupun demikian DPRD mempunyai posisi strategis dalam governance pemerintahan daerah, riset mengenai efektivitas monitoring DPRD masih jarang dilakukan. Hal Oleh karena itu, efektifitas peraturan dan perundangan yang mengatur mengenai mekanisme dan otoritas DPRD merupakan pertanyaan empiris yang terbuka. Pengukuran efektivitas sebuah peraturan dan perundangan mensyaratkan adanya evaluasi dengan cara penelaahan empiris yang secara akademik dapat dipertanggungjawabkan.